Halo semuanya!! Salam bahagia dari ruby yang imut ini yah!! Semoga kalian semua yang membaca ulasan ini dapat sehat dan bahagia selalu, Aamiin!🙏
Tiba waktunya ruby membahas perbandingan di antara kedua karya sastra
ini. Yakni karya sastra berbentuk novel yang terbit pada tahun 2016 dan film
yang tayang tahun 2019. Novel ini pertama kali diterbitkan oleh penerbit
Minumsa (Korea Selatan) pada bulan Oktober 2016 dan ditulis oleh penulis Cho
Nam Joo. Sedangkan filmya sendiri diadaptasi dari novel ini menjadi sebuah film
layar lebar pada tanggal 23 Oktober 2019 dan disutradari oleh Sutradara Kim Do
Young.
Novel yang sangat memberikan dampak serta fenomenal di Korea Selatan ini
memang sudah banyak menarik simpati warga Korea bahkan hingga warga dunia. Terlihat
di Indonesia sendiri pun, novel ini termasuk dalam kategori best
seller jika kalian melihatnya di toko buku ternama seperti Gramedia. Banyaknya hikmah yang dapat
diambil dari novel ini, menjadikan penerbit Gramedia mulai menerjemahkan bahasa
novel asli ini dari Korea menjadi bahasa Indonesia. Tak hanya itu, novel ini
pun berhasil menarik perhatian dari produser Mo Il Young, Kwak Hee Jin, serta
Park Ji Young dan penulis naskah Cho Nam Joo (penulis novel), Yoo Young A, dan
Kim Do Young untuk merubah karya novel ini menjadi film layar lebar.
Film Kim Ji Yeong: Born 1982 ini memang merupakan film adaptasi dari novel dengan judul serupa. Sehingga dapat dikatakan bahwa synopsis, genre, hingga kisah di dalam setiap adegan film memang terinspirasi dari novel ini. Jika ruby boleh memberikan rekomendasi dan sedikit pendapat mengenai kedua karya sastra ini, ruby akan lebih merekomendasikan kalian semua untuk membaca novel nya terlebih dahulu sebelum menonton filmnya. Mengapa? Karena kisah dalam novel lebih terurai dengan jelas dan lebih rinci, bahkan lebih detail dibandingkan dengan keterbatasan waktu yang ditampilkan dalam filmya (120 menit). Selain itu, karena basic dari film dan novelnya bergenre psychological dan drama, maka tak heran jika kita biasanya lebih merasa ngena jika membacanya secara langsung dibandingkan menonton filmnya, sehingga kita dapat dengan bebas mengekspresikan sosok Kim Ji Yeong menjadi sosok apapun yang kita inginkan. Jelas ini sesuai dengan arahan dari penulis Cho Nam Joo pada bagian akhir novel yang menyuruh para pembacanya agar melihat sosok Kim Ji Yeong menjadi sosok wanita siapapun di dunia ini. “Karena Kim Ji Yeong adalah semua wanita di dunia ini”. (intinya seperi itu gaes).
Bagi orang awam yang belum pernah membaca novelnya ataupun menonton
filmnya, pasti bingung kan apa yang membuat karya sastra ini fenomenal sekali
dan sangat terkenal? Ini karena tema yang diangkat oleh penulis berdasarkan
kisah nyata pada keadaan di Korea Selatan pada tahun tersebut yakni 1982. Keadaan
yang terjadi pada tahun tersebut adalah mengenai diskriminasi gender wanita. Wanita
pada saat itu dianggap sebagai orang rendahan dan tidak terlalu menguntungkan
dalam hal pekerjaan dibandingkan seorang pria. Bahkan wanita hanya dianggap
sebagai sosok yang cocok bila diam di rumah, mengurus pekerjaan rumah tangga
dan mengurus anak, serta tidak cocok untuk bekerja sebagai wanita karier. Sangat
tidak menguntungkan kan? ruby saja sangat marah dan merasa tidak bebas sesaat
setelah ruby membaca novel karya penulis ini. Yang ruby rasakan saat itu adalah
keprihatinan, kekecewaan, dan kemarahan atas semua peristiwa dan keadaan yang
terjadi. Tak hanya di Korea, sebenarnya diskrimanasi wanita pun terjadi di Negara
kita sendiri yakni Indonesia, bahkan hingga saat ini. Meskipun untuk saat ini
tidak terlalu terlihat karena Negara kita sudah bebas dan merdeka, tetapi tetap
saja bagi sebagian kaum wanita ia masih belum merasa bebas.
Film dan novel Kim Ji Yeong: Born
1982 bercerita mengenai kisah seorang wanita bernama Kim Ji Yeong, yang sedang
mengalami depresi saat ia sudah berumah tangga. Kim Ji Yeong dilahirkan dari
seorang wanita (ibu) yang tidak menerima pendidikan dan hanya disuruh bekerja
oleh kedua orangtuanya untuk membiayai semua kebutuhan saudara laki-lakinya
bernama Mi Sook (diperankan oleh Kim Mi Kyung). Sedangkan ayah dari Kim Ji Yeong
bernama Young Soo (diperankan oleh Lee Eol) yang selalu memihak anak bungsu
lelakinya. Kim Ji Yeong merupakan anak kedua yang lahir dari keluarga sederhana
dan memiliki satu orang kakak wanita yang tomboy dan satu orang adik lelaki. Kakak
wanitanya bernama Eun Young (diperankan oleh Gong Min Jung) yang berprofesi
sebagai guru sekolah menengah di Korea Selatan dan adik lelakinya bernama Ji
Suk (diperankan oleh Kim Sung Cheol).
Kim Ji Yeong (diperankan oleh Jung Yu Mi) memiliki seorang suami yang dapat dikatakan sempurna bernama Jung Dae Hyun (diperankan oleh Gong Yoo). Mereka pun memiliki satu anak wanita (ruby lupa namanya) yang masih menerima pendidikan di Taman Kanak-Kanak Korea Selatan. Jung Dae Hyun bekerja sebagai seorang karyawan di salah satu perusahaan besar Korea Selatan (kalau tidak salah posisinya juga cukup tinggi).
Kim Ji Yeong dulunya merupakan seorang mahasiswi jurusan Sastra Korea
yang memiliki nilai dan karier cukup bagus. Ia memulai kariernya di sebuah
agensi penerbitan sebelum akhirnya ia memutuskan menikah dengan suaminya dan
full bekerja sebagai ibu rumah tangga. Kedua pasangan ini bersepakat untuk Kim
Ji Yeong yang akan mengurus semua urusan rumah tangga termasuk anaknya dan
suaminya hanya berfokus bekerja dan mencari nafkah untuk istri dan anaknya. Tapi
justru keputusan ini yang menjerumuskan Kim Ji Yeong pada penyakit depresi gaes.
Kim Ji Yeong dalam kesehariannya terkadang selalu seperti dirasuki oleh sosok
orang lain bahkan sosok yang sudah tiada. Mulai dari neneknya, teman-temannya,
dan lain sebagainya. Jung Dae Hyun (suaminya) merasa khawatir dan mulai mencoba
untuk bertanya mengenai hal ini pada seorang psikiater wanita. Tetapi karena ia
tak tahu bagaimana harus menjelaskan semua peristiwa ini pada istrinya, jadi
setiap kali ia berkunjung ke psikiater hanya seorang diri tanpa membawa
pasiennya yakni istrinya. Psikiater tersebut jelas tidak dapat berbuat apa-apa
karena pasien nya pun tidak ada dan selalu mendesak Jung Dae Hyun untuk segera
membawa pasien agar dapat diberi pengobatan yang sesuai.
Singkat cerita, karena beban yang cukup berat akhirnya Kim Ji Yeong mengalami
semua ini gaes. Apakah kalian bingung? Kok mengurus rumah tangga dan anak saja
bisa jadi depresi bahkan harus ke psikiater? Mungkin bagi kalian yang belum
pernah sehari-harinya bekerja mengurus rumah tangga seperti menyapu lantai,
mengepel lantai, mencuci baju, menjemur, menyetrika, membereskan rumah, memasak,
bahkan mendengar anak menangis setiap
harinya akan merasa tidak terlalu peduli dengan peristiwa ini. Tapi bagi
ruby yang merasakan hal serupa padahal
ruby baru berstatus sebagai mahasiswi dan belum berumah tangga pun sudah merasa
hal ini sangat membuat batin dan fisik lelah (padahal ruby hanya mengurus
rumah, bukan mengurus anak, apalagi Kim Ji Yeong double). Waktu yang terkuras habis untuk mengurus hal-hal diluar
yang kita inginkan (me time) memang
sangatlah tidak enak. Tapi kan itu memang kewajiban istri untuk mengurus rumah
tangga? Apakah hanya seorang istri yang harus mengurus rumah tangga? Bukankah seorang
suami pun harus dapat mengurus pekerjaan rumah tangga, minimal dapat mencuci
baju sendiri, mencuci piring sehabis makan sendiri, atau bahkan mengasuh darah
dagingnya sendiri (anak)? Apakah kalian tak dapat membayangkan bagaimana
perasaan wanita karier yang lelah dalam pekerjaan, kemudian ditambah dengan
kewajibannya mengurus rumah tangga tetapi ia masih mampu? Apakah para suami tak
merasakan bahwa wanita sungguh hebat dan harusnya
lelaki pun dapat bersikap seperti itu?
Jadi intinya, kisah Kim Ji Yeong ini berpusat pada peristiwa tersebut
gaes. Selain itu, dalam novel pun diceritakan lebih lanjut mengenai
diskrimanasi yang dirasakan para wanita. Mulai dari kisah ibu kandung Kim Ji Yeong,
perlakuan tak adil yang diberikan nenek dan ayah kandung dari Kim Ji Yeong
terhadap dirinya dan kakak perempuannya. Lalu juga ada kisah perdebatan dalam
hal pendidikan kakak wanita Kim Ji Yeong bernama Eun Young, yang dipaksa
menjadi seorang guru agar dapat tunjangan seumur hidup dan dapat membantu
keuangan keluarga. Kemudian kisah pelecehan yang pernah dialami dari sosok Kim
Ji Yeong dan teman-teman kantornya, dan lain sebagainya. Intinya, banyak sekali
hal-hal yang memang relate terkadang
dirasakan oleh para wanita. Novel ini memang seperti memberi tahu kepada para
lelaki terutama sosok ayah, kakek, suami, dan para remaja untuk tidak terlalu merendahkan
seorang wanita. Selain itu, novel ini pun memberikan isyarat kepada para wanita
yang mengalami hal serupa dengan Kim Ji Yeong
untuk tak merasa khawatir dan segeralah untuk berkonsultasi, atau minimal
memiliki teman curhat untuk mendengarkan keluh kesah setiap harinya.
Berbeda dengan filmnya tentu. Dalam novel, lebih dijelaskan lebih rinci
mengenai kisah muda Kim Ji Yeong dari awal dilahirkan hingga ia mengalami
depresi, bahkan bisa menjalar ke seluruh sosok ibunya, kakaknya, dan cerita
orang lain. Sedangkan dalam filmnya, hanya berpusat pada cerita mengenai alasan
sakitnya sosok Kim Ji Yeong karena
keterbatasan waktu. Meskipun berbeda dalam segi pusat ceritanya, tetapi antara
novel dan film memiliki ending yang
menggantung atau bahkan dalam artian tak dapat dipecahkan solusinya. Dalam ending novel, Kim Ji Yeong mulai berani
untuk berkunjung ke psikiater karena arahan suaminya yang memberitahu nya
mengenai kondisi yang terkadang ia alami saat ia tidak merasa sadar. Dan dalam ending filmnya pun serupa gaes. Kim Ji Yeong
pun sama-sama berkunjung ke psikiater karena arahan suaminya dan karena pemberian
video sebagai bukti peristiwa Kim Ji Yeong mengalami hal-hal yang ia tak
sadari. Kalau di film, ruby memang sering menangis sih gaes karena adegannya. Apalagi
waktu ibu kandung Kim Ji Yeong tahu bahwa Kim Ji Yeong sakit, dan saat adik
lelakinya pun tahu bahwa kakaknya depresi dan mulai perhatian sempat membuat
ruby meneteskan air mata dan terharu. Ruby juga sempat menangis saat adegan
adik lelakinya bertanya pada ayahnya apa
makanan kesukaan kakaknya? Dan ayahnya menjawab roti kacang merah (kalau
tidak salah), tetapi salah. Kakaknya tersebut bahkan sama sekali alergi dengan
rasa itu dan mengatakan bahwa adiknya lah yang sangat menyukai roti rasa
tersebut. Itu benar-benar adegan menyedihkan bagi ruby huuuu.
Ruby benar-benar merekomendasikan kalian semua untuk membaca, setelah
itu menonton filmya agar mengerti dan memaknai cerita ini. Selain itu, novel
ini pun sudah banyak tersedia di seluruh toko buku Indonesia (karena sudah ada
terjemahannya) dan banyak juga tersedia berbentuk format pdf di internet lepas.
Filmnya pun dapat kalian semua saksikan di platform Video. Oke, terima kasih
semua atas waktunya yang telah membaca ulasan ini. Semoga kalian mulai terbuka
pikiran dan hatinya saat membaca ataupun menonton film Kim Ji Yeong: Born 1982 ini. Semoga kalian sehat selalu baik secara
fisik dan mental, dan semoga kalian semua hidup bahagia di tengah kondisi pandemi
covid-19 ini. Thank You so Much and Happy Watching yeoreobun!!!💙
Komentar
Posting Komentar